Pages

Jumat, 14 September 2012

TKI Kembali Ditembak Mati di Malaysia

JAKARTA– Lagi,tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi korban kebrutalan Polisi Diraja Malaysia. Kali ini sejumlah TKI yang bekerja di negeri jiran tersebut tewas ditembak karena dugaan kriminalitas pada 7 September di Negara Bagian Perak, sekitar pukul 02.00 waktu setempat.

Jumlah TKI yang tewas masih simpang siur. Migrant Care menyebut lima orang, sedangkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyatakan korban meninggal empat orang. Jenazah korban kini berada Rumah Sakit Raja Permaisuri Bainon Ipo,Perak,Pulau Pinang. Informasi memilukan itu diungkapkan Migrant Care.


Anis Hidayah,direktur Migrant Care, menuturkan TKI yang menjadi korban adalah Joni alias M Sin, Osnan, Hamid, Diden,dan Mahno.Dalam pandangannya, alasan mereka ditembak karena melakuan tindakan kriminal sangat tidak masuk akal dan mengada-ada karena kepolisian Malaysia pun tidak pernah menemukan bukti konkret atas tuduhan tersebut.

Alumnus Universitas Negeri Jember ini pun menyebut Malaysia sebagai ladang pembantaian bagi buruh migran Indonesia. “Dugaan kriminal itu pun tidak pernah dibwa ke pengadilan. Hal yang paling menyedihkan ialah Pemerintah Indonesia tidak pernah bersikap keras.” ”Bahkan melegitimasi praktik kriminalisasi yang berujung pada penghilangan nyawa TKI yang tidak bersalah,” ujar Anis di Jakarta kemarin.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat saat dimintai konfirmasi mengatakan, kasus penembakan pada 7 September lalu ini sedang diverifikasi pemerintah. Namun data sementara menyebutkan kelima TKI tersebut merupakan mantan napi yang dipenjara karena merampok.

Dikatakan, mereka yang meninggal karena ditembak ini meninggalkan beberapa barang bukti,yakni dua pistol dan laptop hasil rampokan. ‘’Kelimanya juga tidak pernah terdaftar sebagai WNI yang mencalonkan diri untuk bekerja di negeri jiran tersebut.Namun kami terus menyelidiki kasus ini. Kami sedang mengonfirmasikan dengan KBRI dan perwakilan kami di sana,”jelasnya.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyebut WNI yang menjadi korban berjumlah empat orang. Menurutnya, dari empat korban, baru satu yang telah dikonfirmasi sebagai WNI,dan jenazah bersangkutan sudah dalam proses pemulangan.

Untuk tiga korban lain,menurut mantan Dubes RI untuk Inggris itu, masih menunggu konfirmasi data diri sebagai WNI.’’Datanya bukan di kami,tapi pihak keluarga sudah diberi tahu, dan jenazah bagi yang sudah diketahui jati dirinya sudah dalam proses pemulangan,” katanya di Kantor Presiden, Jakarta,kemarin. Marty menjelaskan, berdasar keterangan Malaysia,ketiga di antaranya memiliki data-data tindak pidana perampokan di negeri tersebut.

Sebelum penembakan juga dilaporkan adanya tanda-tanda terjadinya perampokan dan mereka sempat terlibat baku tembak serta kejar-mengejar. “Tapi ini menurut data laporan Malaysia.Semua masih diverifikasi,” tuturnya. Kedubes RI di Malaysia sendiri, lanjutnya, tengah melakukan penanganan dan mencari tahu kronologi terjadinya penembakan tersebut.“Tentu sistem bekerja untuk mengusut kronologi dan lain-lain,” tambahnya.

Sementara itu, Juru Bicara Kemenlu Michael Tene menuturkan, empat WNI ditembak mati oleh Polisi Diraja Malaysia karena diduga ingin melakukan perampokan. Mereka diidentifikasi sedang mengintai rumah di sebuah permukiman di Taman Meru, Ipoh, Negara Bagian Perak, Malaysia. “Dini hari tanggal 7 September 2012, polisi Malaysia menerima laporan warga ada mobil lalu lalang di kawasan permukiman dengan tujuan tidak jelas,”kata Tene.

Polisi Diraja Malaysia yang memergoki kendaraan yang dikemudikan WNI itu langsung melakukan pengejaran. Dijelaskannya, sempat terjadi baku tembak antara empat WNI dengan polisi Malaysia. Dari tempat kejadian perkara, polisi menemukan barang bukti berupa 2 buah senjata api dan 3 bilah parang, barangbarang seperti 3 buah laptop, 3 kamera digital, 5 ponsel, 2 jam tangan dan pelat nomor kendaraan palsu.

Mereka tidak menemukan dokumen apa pun dari korban.Keempat WNI yang ditembak itu adalah Jony alias M Sin,35,Osnan,37,Hamid,dan Diden. “Hanya satu jenazah telah diidentifikasi langsung oleh istri korban di rumah sakit dan dikonfirmasi adalah WNI asal Probolinggo, Jawa Timur,” kata Tene. Sementara itu The Star melaporkan empat WNI yang diduga perampok itu dikenal sebagai Geng Baju Hitam.Mereka kerap mengenakan baju berwarna hitam ketika berniat merampok.

Menurut Kepala Kepolisian Datuk Mohd Shukri Dahan,tiga dari empat WNI itu memiliki 10 kasus yang berkaitan dengan perampokan dan pembunuhan sejak 1997.Hanya satu WNI yang dinyatakan bersih dari kasus sebelumnya. “Keempat perampok itu 15 kali melakukan perampokan bersenjata di Kuala Kangsar, Sungai Siput, Taiping dan di Perak dalam beberapa bulan terakhir,” kata Dahlan seperti dikutip New Straits Times.

Kasus penembakan terhadap TKI menambah panjang brutalitas Polisi Diraja Malaysia terhadap WNI di sana. Sebelumnya, kasus serupa menimpa tiga TKI asal Nusa Tenggara Barat (NTB), yakni Herman, Abdul Kadir jalani, dan Mad Noon, yang ditembak pada 24 Maret 2012 serta penembakan terhadap 3 TKI asal Jawa Timur atas nama Sumardiono, Marsudi, dan Hasbullah pada 19 Juni 2012.

Diplomasi Tidak Berwibawa

Anis Hidayah menilai diplomasi Indonesia tidak pernah memiliki kewibawaan dalam membela hak warga negaranya yang bekerja di negara asing. Hal itu dibuktikan dengan pembelaan Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat dalam rapat dengar pendapat di Komisi IX DPR yang mencecarnya tentang kasus penembakan kelima TKI tersebut.

Dalam rapat tersebut, urainya, Jumhur menyatakan kelima TKI itu adalah TKI ilegal dan bekerja dengan visa turis. Sementara KBRI Kuala Lumpur mengamini informasi dari polisi Malaysia yang menyatakan bahwa kelima TKI adalah pelaku kriminal.Anis menilai pernyataan kedua institusi tersebut tanpa lewat penyelidikan yang independen.

Dia pun kemudian menuntut Pemerintah Indonesia segera melayangkan nota protes diplomatik atas prosedur penembakan polisi Malaysia tanpa melalui proses hukum sebelumnya atau extrajudiciary killing. Migrant Care juga meminta pemerintah untuk mengurangi hubungan diplomatik dengan Malaysia dengan menunda penempatan Duta Besar RI untuk Malaysia.

Pemerintah juga harus segera mengevaluasi kembali platform kerja sama bilateral ketenagakerjaan dengan Malaysia, termasuk moratorium pengiriman PRT migran yang baru saja dicabut bulan Juli yang lalu. ● neneng zubaidah/ andika hendra m/ant

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar