Pages

Selasa, 02 Oktober 2012

Ribuan Pekerja Dirumahkan

Image

Sejumlah pekerja Tambang Emas Martabe berjalan di antara kendaraan berat beberapa waktu lalu.

MEDAN– Manajemen Tambang Emas Martabe, sejak Senin (1/10), memutuskan menghentikan operasional penambangan di Desa Aek Pining, Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan (Tapsel).

Presiden Direktur PT G-Resources Martabe Peter Albert mengatakan, mereka harus menghentikan aktivitas operasional tambang emas untuk menyelamatkan pundi-pundi dolar yang mereka investasikan. Pasalnya hingga kemarin, masalah dengan masyarakat terkait penanaman pipa pembuangan sisa air limbah tetap tidak terpecahkan.

“Ini tentunya sangat berdampak pada persepsi investor asing terhadap Indonesia, serta pada konsekwensi hilangnya peluang pertumbuhan sosial dan ekonomi yang bisa dipetik oleh masyarakat,” katanya lewat siaran pers yang diterima SINDO,Senin (1/10). Sebelumnya, PT G-Resources Martabe sudah menginformasikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapsel,bahwa pipa air sisa proses harus terpasang ke Sungai Batangtoru selambat-lambatnya akhir September.

Jika tidak, perusahaan terpaksa menghentikan pabrik,yang kemudian berlanjut pada penghentian kegiatan operasional. Peter menambahkan, perusahaan memiliki sumber dana yang terbatas, dan tentu tidak dapat terus menanggung biaya tenaga kerja, kegiatan operasional, dan program-program lain tanpa jalannya tambang. “Kami tidak punya pilihan selain menyelamatkan setiap dolar yang kami miliki untuk melindungi perusahaan dalam memulai kembali operasi tambang, segera setelah masalah ini diselesaikan,”tukasnya.

Sebenarnya,untuk mencari solusi yang saling menguntungkan semua pihak, selama beberapa bulan terakhir perusahaan telah menerapkan cara-cara persuasif dengan mengedepankan komunikasi, sosialisasi, dan diskusi dengan berbagai lapisan masyarakat dan perangkat pemerintah terkait. Manajemen juga sudah melakukan serangkaian pertemuan konsultatif dengan pemerintah pusat, Komisi VII DPR, Gubernur Sumut, Kapolda Sumut,Bupati Tapsel,Polres Tapsel, dan masyarakat wilayah Batangtoru maupun Muara Batangtoru.

“Karena pemasangan pipa tetap tidak dapat dituntaskan, perusahaan tidak memiliki pilihan selain menghentikan kegiatan operasional dan pendukung lain yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, pengurangan karyawan dan dibekukannya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, termasuk pengembangan potensi-potensi ekonomi lokal,”bebernya. Peter menegaskan, perusahaan tetap terbuka kepada masukan dan dialog konstruktif serta mengundang semua pihak untuk mendiskusikan segala kekhawatiran yang masih ada.

Dengan demikian masalah ini dapat dipecahkan sesegera mungkin demi kepentingan semua pihak. Tambang Emas Martabe adalah investasi Indonesia dan Sumut senilai sekitar USD900 juta atau setara Rp8,5 triliun (USD1 = Rp9.500) dan akan memberikan keuntungan substansial bagi Pemerintah Indonesia melalui pajak- pajak,royalti dan deviden. Meskipun harus mengambil keputusan berat ini, manajemen Tambang Emas Martabe tetap masih terus mengharapkan dukungan semua pihak agar tambang dapat segera kembali beroperasi setelah masalah pemasangan pipa diselesaikan dengan baik. Jajaran manajemen Tambang Emas Martabe tetap siaga dan siap untuk memulai kegiatan operasi,segera setelah pekerjaan pemasangan pipa dapat diselesaikan.

“Perusahaan sangat menghargai dukungan dan perhatian yang dicurahkan berbagai pihak, khususnya pemerintah yang juga merupakan pemegang saham tambang emas,” tandasnya. Sementara itu,Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Tapsel meminta Pemprov Sumut untuk tidak ikut turun langsung dalam penanganan masalah tambang emas Martabe. Mereka yakin permasalahan masih bisa diatasi dengan pendekatan persuasif.

”Kami (Pemprov Sumut) sudah mau turun, tapi enggak jadi. Katanya biar mereka (Tapsel) dulu yang selesaikan,” terang Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) Pemprov Sumut Eddy Sofyan yang juga menjadi koordinator Tim Advance FKPD Sumut itu. Eddy menerangkan, pihak Polres Tapsel tidak ingin melakukan upaya paksa yang akan berujung bentrokan fisik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Mereka masih terus mencoba meyakinkan sebagian warga yang menolak.Apalagi hanya sebagian kecil warga yang masih melakukan penolakan.

Dia pun yakin itu semua karena masih ada provokasi dari oknum aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) di sana. Penolakan tersebut dipastikannya tidak murni dari warga secara keseluruhan.Ada beberapa orang yang dianggap terus mencoba memperkeruh keadaan. Padahal, dari aspek hukum dan legalitas perusahaan semua telah terpenuhi. ”Enggak yakin murni itu. Karena ada kelompok-kelompok LSM yang mencoba memengaruhi dan satu dua memprovokasi ibu-ibu di situ,” ungkap pria yang juga menjabat Sekretaris Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) Sumut.

Eddy juga sudah mengetahui hingga saat ini separuh pegawai perusahaan yang sebagian adalah putra daerah telah dirumahkan akibat tidak bisa operasional. Untuk itu diharapkan penyelesaiannya bisa cepat dilakukan. Karena ini merupakan proyek nasional yang melibatkan investor luar negeri. “Kalau sudah seperti ini, kami berharap Pemkab Tapsel dan jajaran pimpinan daerah di sana, menyelesaikannya,” pungkasnya. m rinaldi khair, fakhrur rozi

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar