Ratusan warga Desa Pandumaan dan Sipitu Huta Kecamatan Pollung berjalan menuju Kantor Polres Humbahas, Kamis (27/9).
DOLOKSANGGUL – Kantor Polres
Humbang Hasundutan, Kamis (27/9) siang, didemo ratusan Desa Pandumaan
dan Desa Sipitu Huta, Kecamatan Pollung , yang menentang upaya
pemeriksaan delapan warganya.
Massa yang didominasi kaum ibu,
remaja dan anak-anak ini membawa berbagai poster dan spanduk penolakan
atas pemanggilan tersebut. Kedelapan warga mereka dipanggil untuk
diperiksa terkait kasus perusakan aset PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan
perampasan senjata personel Brigade Mobil (Brimob),saat terjadi ujuk
rasa yang berakhir rusuh,Selasa (20/9) lalu
Aksi yang
berlangsung berjam- jam di depan Kantor Polres Humbahas di Desa Tapian
Nauli,Kecamatan Lintong Nihuta ini, mendapat pengawalan ketat dari
polisi setempat dibantu personel Polres Tapanuli Utara (Taput) dan
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).Warga kedua desa tersebut
menegaskan, bahwa seluruh masyarakat terlibat dalam persoalan hutan
kemenyan yang berunjung bentrokan tersebut.
Dengan demikian
pemanggilan kedelapan warga dinilai tidak tepat. Mereka berharap masalah
ini dituntaskan dalam bentuk dialog serta tidak ada intimidasi dan
pemanggilan dari pihak kepolisian. “Kami semua terlibat,kenapa kami
tidak ikut dipanggil. Kami juga meminta agar polres arif menangani kasus
ini,”kata Pendeta Haposan Sinambela yang ikut berunjuk rasa.
Dalam
orasinya, Pendeta Haposan mengatakan, masyarakat Desa Sipitu Huta
sebenarnya tidak mau bentrok dengan pihak keamanan PT TPL. Namun, tidak
diketahui entah kenapa, penjelasan perusahaan yang dulu bernama PT Inti
Indorayon Utama (IIU) itu terlalu memojokkan masyarakat.
“Dan
mengenai senjata api yang terlanjur dirampas masyarakat, tidak terlepas
dari aksi penyelamatan diri untuk menghindari korban nyawa. Yang jelas,
masyarakat Desa Pandumaan dan Sipitu Huta tidak pernah menginginkan
bentrokan,”bebernya.
Menurut dia, sebelum bentrokan pecah,warga
telah tiga kali memperingatkan agar PT TPL tidak menebangi lahan
kemenyan, namun tidak dihiraukan.“ Pihak keamananlah yang sebenarnya
memulai bentrokan dengan menodongkan senjata dan memukuli masyarakat
dengan senjata itu. Makanya, masyarakat secara spontan merampas senjata
anggota Brimob dengan tujuan untuk menghindari jatuhnya korban,”
tukasnya.
Pendeta Haposan menegaskan, mereka akan bersatu dan
tidak akan membiarkan ada warganya menjadi tumbal dari bentrokan
itu.“Kami harus sama- sama diperiksa sebagai saksi dan menghadiri
pemanggilan itu,”tegasnya. Warga lainnya,Arnol Lumban Batu
mengungkapkan, sengketa lahan yang ditanami kemenyan itu sudah
berlangsung empat tahun dan sudah banyak warga menjadi korban.
Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Humbahas terkesan tidak mau tahu dan tidak
bertanggung jawab. Mereka juga mempertanyakan keberadaan personel Brimob
di PT TPL yang disebutkan untuk menjaga tapal batas sementara.
“Jika
Bapak-Bapak masih ingat beberapa tahun lalu, aksi yang sama sudah
pernah kami lakukan di depan kantor polres ini, bahkan kami menginap di
sini. Adakah Pemkab Humbahas merasakan penderitaan kami? Sudah sejauh
manakah rekomendasi tapal batas yang sudah ditandatangani DPRD? Kenapa
Brimob digunakan PT TPL untuk menjaga lahan bermasalah itu,”tanyanya.
Polres
Humbahas akhirnya tidak melakukan pemeriksaan dan menunggu adanya
keputusan adat dan pemkab setempat. Sebelum ada keputusan bersama yang
dilakukan secara adat, tidak ada pemeriksaan dan pemanggilan warga.
Ketua
DPRD Humbahas dan Kepala Kantor Ketertiban Umum dan Polisi Pamong Praja
MPR Manullang menjamin keputusan ini. Kepala Polres Humbahas Ajun
Komisaris Besar Polisi (AKBP) Heri Sulismono mengatakan, polisi tidak
memihak kepada siapa pun,termasuk PT TPL.
Dia meminta masyarakat
berkerja sama dengan polisi untuk menyelesaikan permasalahan yang
muncul. “Anda tidak perlu datang ke sini beramai-ramai.Intinya,kalian
bekerja sajalah di ladang kalian. Namun, satu hal yang perlu Anda
ketahui, di sana (saat bentrokan terjadi) ada pelanggaran hukum, yakni
perusakan, penganiayaan dan perampasan senjata,”ujarnya.
Heri
mengungkapkan, negara menunjuk dirinya menggantikan kapolres lama untuk
mengusut kasus tersebut. Mereka memberi tenggang waktu dua kali
pemanggilan agar warga datang untuk dimintai keterangan sebagai
saksi.“Tapi, apabila terbukti melakukan tindak pidana, apa boleh buat,
kami harus memprosesnya secara hukum,”imbuhnya.
Sementara itu,
Ketua DPRD Humbahas Bangun Silaban yang menyambangi massa mengaku sedih
melihat penderitaan masyarakat Kecamatan Pollung.Menurut dia, bentrokan
yang terjadi pekan lalu merupakan tindakan spontan masyarakat akibat
sudah terlalu sakit.
Begitu juga dengan izin PT TPL, bukan
polres, DPRD dan Bupati Humbahas yang memberikannya, melainkan Menteri
Kehutanan. “Siapa tidak merasa teriris hatinya melihat penderitaan
masyarakat seperti ini.Namun, marilah kita berorasi dengan
damai,”ajaknya. baringin lumban gaol
0 komentar:
Posting Komentar