Sejumlah pekerja Tambang Emas Martabe berjalan di antara kendaraan berat beberapa waktu lalu.
MEDAN– Manajemen Tambang Emas
Martabe, sejak Senin (1/10), memutuskan menghentikan operasional
penambangan di Desa Aek Pining, Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan
(Tapsel).
Presiden Direktur PT G-Resources Martabe Peter Albert
mengatakan, mereka harus menghentikan aktivitas operasional tambang emas
untuk menyelamatkan pundi-pundi dolar yang mereka investasikan.
Pasalnya hingga kemarin, masalah dengan masyarakat terkait penanaman
pipa pembuangan sisa air limbah tetap tidak terpecahkan.
“Ini
tentunya sangat berdampak pada persepsi investor asing terhadap
Indonesia, serta pada konsekwensi hilangnya peluang pertumbuhan sosial
dan ekonomi yang bisa dipetik oleh masyarakat,” katanya lewat siaran
pers yang diterima SINDO,Senin (1/10). Sebelumnya, PT G-Resources
Martabe sudah menginformasikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapsel,bahwa pipa air sisa proses harus
terpasang ke Sungai Batangtoru selambat-lambatnya akhir September.
Jika
tidak, perusahaan terpaksa menghentikan pabrik,yang kemudian berlanjut
pada penghentian kegiatan operasional. Peter menambahkan, perusahaan
memiliki sumber dana yang terbatas, dan tentu tidak dapat terus
menanggung biaya tenaga kerja, kegiatan operasional, dan program-program
lain tanpa jalannya tambang. “Kami tidak punya pilihan selain
menyelamatkan setiap dolar yang kami miliki untuk melindungi perusahaan
dalam memulai kembali operasi tambang, segera setelah masalah ini
diselesaikan,”tukasnya.
Sebenarnya,untuk mencari solusi yang
saling menguntungkan semua pihak, selama beberapa bulan terakhir
perusahaan telah menerapkan cara-cara persuasif dengan mengedepankan
komunikasi, sosialisasi, dan diskusi dengan berbagai lapisan masyarakat
dan perangkat pemerintah terkait. Manajemen juga sudah melakukan
serangkaian pertemuan konsultatif dengan pemerintah pusat, Komisi VII
DPR, Gubernur Sumut, Kapolda Sumut,Bupati Tapsel,Polres Tapsel, dan
masyarakat wilayah Batangtoru maupun Muara Batangtoru.
“Karena
pemasangan pipa tetap tidak dapat dituntaskan, perusahaan tidak memiliki
pilihan selain menghentikan kegiatan operasional dan pendukung lain
yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan
kerja, pengurangan karyawan dan dibekukannya pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat, termasuk pengembangan potensi-potensi ekonomi
lokal,”bebernya. Peter menegaskan, perusahaan tetap terbuka kepada
masukan dan dialog konstruktif serta mengundang semua pihak untuk
mendiskusikan segala kekhawatiran yang masih ada.
Dengan
demikian masalah ini dapat dipecahkan sesegera mungkin demi kepentingan
semua pihak. Tambang Emas Martabe adalah investasi Indonesia dan Sumut
senilai sekitar USD900 juta atau setara Rp8,5 triliun (USD1 = Rp9.500)
dan akan memberikan keuntungan substansial bagi Pemerintah Indonesia
melalui pajak- pajak,royalti dan deviden. Meskipun harus mengambil
keputusan berat ini, manajemen Tambang Emas Martabe tetap masih terus
mengharapkan dukungan semua pihak agar tambang dapat segera kembali
beroperasi setelah masalah pemasangan pipa diselesaikan dengan baik.
Jajaran manajemen Tambang Emas Martabe tetap siaga dan siap untuk
memulai kegiatan operasi,segera setelah pekerjaan pemasangan pipa dapat
diselesaikan.
“Perusahaan sangat menghargai dukungan dan
perhatian yang dicurahkan berbagai pihak, khususnya pemerintah yang juga
merupakan pemegang saham tambang emas,” tandasnya. Sementara itu,Forum
Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Tapsel meminta Pemprov Sumut untuk
tidak ikut turun langsung dalam penanganan masalah tambang emas Martabe.
Mereka yakin permasalahan masih bisa diatasi dengan pendekatan
persuasif.
”Kami (Pemprov Sumut) sudah mau turun, tapi enggak
jadi. Katanya biar mereka (Tapsel) dulu yang selesaikan,” terang Kepala
Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat
(Kesbangpolinmas) Pemprov Sumut Eddy Sofyan yang juga menjadi
koordinator Tim Advance FKPD Sumut itu. Eddy menerangkan, pihak Polres
Tapsel tidak ingin melakukan upaya paksa yang akan berujung bentrokan
fisik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Mereka masih terus mencoba
meyakinkan sebagian warga yang menolak.Apalagi hanya sebagian kecil
warga yang masih melakukan penolakan.
Dia pun yakin itu semua
karena masih ada provokasi dari oknum aktivis lembaga swadaya masyarakat
(LSM) di sana. Penolakan tersebut dipastikannya tidak murni dari warga
secara keseluruhan.Ada beberapa orang yang dianggap terus mencoba
memperkeruh keadaan. Padahal, dari aspek hukum dan legalitas perusahaan
semua telah terpenuhi. ”Enggak yakin murni itu. Karena ada
kelompok-kelompok LSM yang mencoba memengaruhi dan satu dua memprovokasi
ibu-ibu di situ,” ungkap pria yang juga menjabat Sekretaris Komunitas
Intelijen Daerah (Kominda) Sumut.
Eddy juga sudah mengetahui
hingga saat ini separuh pegawai perusahaan yang sebagian adalah putra
daerah telah dirumahkan akibat tidak bisa operasional. Untuk itu
diharapkan penyelesaiannya bisa cepat dilakukan. Karena ini merupakan
proyek nasional yang melibatkan investor luar negeri. “Kalau sudah
seperti ini, kami berharap Pemkab Tapsel dan jajaran pimpinan daerah di
sana, menyelesaikannya,” pungkasnya. m rinaldi khair, fakhrur rozi
0 komentar:
Posting Komentar